Diskusi Buku “Kemerdekaan Bagi Petani Kemerdekaan Untuk Semua”
Telah diselenggarakan Diskusi Buku “Kemerdekaan Bagi Petani, Kemerdekaan Untuk Semua” karya Prof. Dr. Agus Pakpahan atas kerjasama yang baik antara Pusat Studi Agraria (PSA), Yayasan Pustaka Obor Indonesia, PERHEPI, dan Sajogyo Institute pada Kamis, 19 Agustus 2021 secara daring. Buku ini sejatinya merupakan terjemahan dari versi bahasa inggris berjudul Freedom For Farmer Freedom For All oleh Prof. Dr. Agus Pakpahan yang diterbitkan pada Tahun 2007 yang hingga saat ini dirasa masih relevan untuk membahas sektor pertanian.
Dalam kegiatan ini hadir Jenderal TNI (Purn.) Dr. Moeldoko selaku Keynote Speaker, beliau menyampaikan apresiasi pada penulis atas terbitnya buku yang diharapkan mampu menjadi pedoman bagi para stakeholder di sektor pertanian, menjadi helicopter view, memberikan pendangan yang luas lalu mengerucut pada strategi yang aplikatif.
Jenderal TNI (Purn.) Dr. Moeldoko yang juga merupakan Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia menyampaikan bahwa Pertanian dan petani sangat korelatif dengan strategi pertahanan Indonesia. Dalam pertahanan Indonesia menganut kompartemen strategi yang bermakna bahwa jika pulau-pulau besar menghadapi invasi diharapkan mereka mampu bertahan dari serangan musuh, jika dia mampu bertahan maka harus memiliki jumlah logistik yang kuat. Maka harus kuat dalam kemandirian pangan. Logistik menjadi tumpuan.
“pada kondisi covid-19, justru sektor pertanian menjadi bantalan bagi ancaman resesi ekonomi Indonesia yang menuju kearah lebih buruk. Kenyataannya pada tahun 2020 ketika pertumbuhan ekonomi makro atau pertumbuhan ekonomi nasional kontraksi minus 2,07 persen, sektor pertanian justru bertumbuh positif 1,75 persen”, kata beliau.
Sementara itu, Prof. Dr. Agus Pakpahan menekankan bahwa sudut pandang yang digunakan dalam buku ini adalah bahwa pembangunan pertanian perlu dipandang sebagai pemerdekaan. Landasan kemerdekaan sebagai nilai dasar. Kutipan awal dalam buku ini mengungkapkan gagasan menarik tentang “mengapa pertanian baik bagi perdaban tetapi justru tidak baik bagi petani? Mengapa setelah lebih dari 7000 tahun pertanian berkembang, kehidupan petani justru semakin menderita?”.
Peradaban kita meningkat namun petani menurun, sehingga ada fenomena guremisasi di Indonesia. “Untuk meredam dan membalik trend guremisasi diperlukan reformasi agraria yang komprehensif”, pungkas beliau.
Kemudian, Dr. Rina Mardiana selaku pembahas, menekankan bahwa buku ini bercerita tentang sejarah petani sebagai aktor dan pertanian sebagai arena atau ruang kontestasi. Menurut pengamatan Dr. Rina Mardiana, penulis buku menyampaikan 4 gagasan pokok tentang petani dan pertanian yaitu pertama, ide tentang peradaban; kedua, ide tentang kebebasan; ketiga, ide tentang waktu yaitu terkait evolusi pembangunan pertanian; keempat, ide tentang harapan di waktu yang akan datang.
“namun penulis kurang mengelaborasi lebih jauh bahwa kebijakan pertanian berkaitan erat dengan kebijakan perencanaan ruang terkait alokasi dan distribusi lahan”, kata beliau saat mengungkapkan segelintir kelemahan buku ini.
Dr. Rina Mardiana menjelaskan bahwa sejarah ekonomi politik pangan dalam buku ini menjadi urgensi untuk kita baca dan menjadi rujukan pertimbangan penting bagi para perencana dan pengambil kebijakan. “sebelum terlambat, mari kita jalankan reforma agraria sejati. Reforma agraria adalah kemerdekaan bagi petani dan jalan politik bagi Indonesia maju, adil, makmur, sejahtera, merata” pungkas beliau.
Kegiatan ini berlangsung dengan penuh antusiame baik dari para narasumber maupun peserta. Peserta yang hadir mencapai jumlah lebih dari 250 orang yang berasal dari berbagai instansi yaitu universitas, pemerintahan, bahkan swasta yang turut berpartisipasi dengan penuh semangat. (prp)
Tayangan diskusi dapat ditonton kembali dalam tautan berikut: