Akademisi IPB dan Untad Turun ke Parigi Moutong
Bogor-Palu, 14 April 2022. Sejumlah akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Tadulako turun ke Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah pada akhir Maret 2022. Keberadaan akademisi ke Parimo dilatarbelakangi adanya aksi penolakan tambang oleh warga yang berujung pada kasus penembakan.
Konflik agraria di berbagai belahan wilayah Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada 2020 saja konflik agraria meningkat sebesar 241 kasus (KPA, 2021). Termasuk kasus konflik agraria yang melibatkan antara warga Parimo dengan PT Trio Kencana, sebuah perusahaan tambang emas seluas 15.725 ha yang hadir di tiga kecamatan, Kasimbar, Tinombo Selatan, Toribulu, sekitar 10 tahun lalu.
Konflik yang berkepanjangan ini mengakibatkan tewasnya Erfaldi (21), korban penembakan aksi penolakan tambang pada 12 Februari 2022 lalu. Kasus ini banyak menyita perhatian publik sekaligus menambah deretan kasus-kasus kekerasan yang melibatkan aparat penegak hukum dan sektor tambang. Seperti peristiwa yang terjadi sebelumnya di Wadas, Jawa Tengah.
Akibat eskalasi ini, sejumlah akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Tadulako datang ke Parimo untuk melakukan riset tentang “Dampak Aktivitas Pertambangan di Parigi Moutong Sulawesi Tengah”. Riset ini dilakukan secara kolaboratif oleh Pusat Studi Agraria, IPB University bersama Prodi Administrasi Publik, Universitas Tadulako.
Gambar 1. Wawancara Kepala Pusat Studi Agraria IPB University dengan Warga Parimo
Proses awal yang dilakukan pada pekan terakhir Maret 2022, Tim riset turun lapangan ke wilayah Kasimbar, Toribulu, dan Tinombo Selatan. Bertemu dengan beberapa warga, serta aparatur pemerintah setempat. Dalam temuan awal setidaknya terpetakan tiga aktor dominan dalam kasus ini yakni, PT Trio Kencana, Pertambangan Rakyat, dan Pertanian Padi (gabah).
Dalam konteks ketahanan pangan, Kabupaten Parigi Moutong cukup maju dengan lahirnya “Perda Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B)”. Namun di lapangan, banyak ditemukan luasnya hamparan sawah yang masuk ke dalam wilayah konsesi tambang dan berpotensi terjadinya konversi lahan sawah. Hasil olahan spasial (2022) menunjukkan seluas 2.167,90 ha sawah masuk ke dalam PT Trio Kencana.
Gambar 2. Peta Klasifikasi Tutupan Lahan di dalam Konsesi PT Trio Kencana
Merujuk pada Perda Parimo No 2/2021, masyarakat dapat berperan serta dalam upaya mempertahankan lahan pertanian pangan berkelanjutan, baik dilakukan secara individu maupun berkelompok, sebagaimana disebutkan pasal 44. Pada pasal 6 ayat (1) disebutkan penetapan kawasan LP2B juga ditetapkan dalam RTRWK. Secara spesifik, pasal 6 ayat (3) dan (4) telah menyebutkan luasan lahan LP2B dan LCP2B sebagai berikut:
- Kec. Kasimbar 1.154,63 ha;
- Kec. Toribulu 684,81 Ha; dan
- Tinombo Selatan 2.156,61 ha, dengan tambahan lahan cadangan LP2B seluas 359 Ha.
Dalam kasus konsesi pertambangan, jika merujuk pada Perda Parimo No 2/2021, maka seyogyanya terdapat review perizinan konsesi pertambangan dan mengutamakan lahan pangan. Pada pasal 24 dijelaskan alih fungsi hanya bisa dilakukan untuk pengadaan tanah kepentingan umum, PSN, dan dalam kondisi bencana.
Gambar 3. Hamparan Sawah di Kasimbar yang Masuk ke dalam Konsesi PT Trio Kencana
Jika Merujuk pada aturan induk, yang menjadi konsideran dalam Perda Parimo No 2/2021, yaitu UU PLP2B Nomor 41/2009, pada pasal 50 ayat (1) menyebutkan “Segala bentuk perizinan yang mengakibatkan alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan batal demi hukum, kecuali untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2).” Bahkan pada pasal 44 UU 41/2009, perubahan alih fungsi lahan pangan LP2B hanya dimungkinkan untuk kepentingan umum.
****