Pers Release: IPB Temukan 12 Potensi Risiko dalam Implementasi UUCK

Pers Release: IPB Temukan 12 Potensi Risiko dalam Implementasi UUCK

Pers Konferensi Tinjauan Kritis IPB terhadap UU Cipta Kerja: Suatu Perspektif Agromaritim
Activity / News

Pers Release: IPB Temukan 12 Potensi Risiko dalam Implementasi UUCK

 

Bogor, 18 Februari 2021. Institut Pertanian Bogor (IPB University) menemukan sejumlah potensi risiko yang terdapat dalam UUCK pada bidang agromaritim. Potensi risiko tersebut antara lain; RDTR yang bias kota; resentralisasi kewenangan tata ruang; ancaman degradasi keanekaragaman hayati dan kontaminasi pangan; ancaman kedaulatan pangan berbasis impor; sentralisasi perizinan berusaha; pengarusutamaan investasi daripada kelestarian lingkungan; ketidakjelasan definisi subjek dan objek agromaritim; kerentanan sumber nafkah agraria; dilema reforma agraria dengan proyek strategis nasional; peningkatan eskalasi konflik dan ketimpangan agraria; liberalisasi pemanfaatan sumber daya (nasionalisme); dan dampak lanjutan dari pelemahan sanksi. Potensi tersebut dapat dihilangkan (direduksi) dengan menyeimbangkan dengan kebijakan-kebijakan yang pro rakyat dan lingkungan; redistribusi kewenangan daerah dan pusat yang proporsional; penguatan integritas pelaksana; penguatan basis ekonomi perdesaan; penyempurnaan kebijakan tata ruang dan agromaritim; pengendalian impor; dan sistem informasi yang terintegrasi.  

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr, Kepala LPPM IPB University, menyampaikan “di tengah pro-kontra UUCK, IPB terpanggil untuk memberikan pandangan sesuai kompetensi akademis dan skala prioritas pada bidang agromaritim. Walaupun IPB menemukan berbagai catatan kritis pada proses penyusunan dan pengesahannya, namun tinjauan akademik IPB terhadap UUCK memfokuskan pada aspek substansi UUCK yang telah disahkan oleh Pemerintah.  Harus pula diakui bahwa metode omnibus law memiliki potensi solutif di dalam merespon sektoralisme tata kelola Sumber Daya Alam dan tumpang tindih kebijakan Kementerian/Lembaga di Indonesia.  Melalui analisa kritis terhadap substansi UUCK maka kita dapat melihat apakah omnibus law yang dipraktikkan dalam UUCK sudah memiliki kemampuan untuk menjawab amanat TAP MPR IX/2001 untuk melakukan harmonisasi kebijakan terkait pembaruan agraria dan pengelolaan Sumber Daya Alam ataukah UUCK berisiko akan memperlebar dan memperdalam kompleksitas permasalahan tata kelola Sumber Daya Alam yang telah ada”.

Salah satu temuan dalam UUCK yakni proporsi pengaturan ketentuan di tiap bidang. Persentase terbanyak terdapat pada BAB III, Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha, dengan total 74 pasal atau 39,78% dari 186 pasal UUCK.  Secara substansi UUCK, dari tiga bidang fokus pengaturan peran pemangku kepentingan (ekonomi kerakyatan, ekonomi modern/korporasi dan kebijakan pemerintah pusat), fokus pengaturan penguatan peranan dalam ekonomi nasional oleh sektor modern/korporasi mendapat perhatian yang lebih utama. Hal ini kemudian tercermin dari jumlah pasal yang diaturnya maupun dari urutan pencantuman pasal-pasalnya.  Di dalam urutan subjek yang disebut dalam definisi cipta kerja (Pasal 1), aspek kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan koperasi dan UMK-M disebut lebih dulu namun tidak serta merta menjadi pokok bahasan dalam UUCK.  Aspek peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha (BAB III) menjadi substansi yang paling awal diatur dalam UUCK setelah BAB Ketentuan Umum dan BAB Asas, Tujuan dan Ruang Lingkup, ungkap Dr. rer. nat Rina Mardiana S.Pi, M.Si, Kepala PSA IPB University.

Temuan utama dalam kajian UUCK yaitu sebanyak 12 potensi risiko pada bidang agromaritim apabila UUCK diimplementasikan. “Saya ambil contoh, RDTR (Rencana Detil Tata Ruang) yang tidak siap dan bias kota akan menjadi ruang transaksi ekonomi politik yang tidak sehat. Selain itu, kemudahan impor pangan atau liberalisasi pangan berpotensi merugikan subjek agromaritim seperti petani, peternak, petambak, dan nelayan, sehingga para subjek agromaritim ini akan berhadapan dengan gempuran impor para importir pangan kelas kakap. Kemudian sentralisasi perizinan berusaha menyebabkan semua izin berada di Pusat. Saya tidak dapat membayangkan betapa rumitnya peternak yang merupakan masyarakat hukum adat di Pulau kecil harus memiliki izin dari Pusat”, lanjut Dr. rer. net Rina Mardiana S.Pi, M.Si.

Dalam upaya menghadirkan UUCK yang berkeadilan untuk semua pihak serta meminimalisir dampak negatif yang menyertainya, IPB berkomitmen turut memberikan andil dan mengawal pemberlakuan UUCK. “Beberapa rekomendasi dari hasil kajian, saya harap dapat ditindaklanjuti oleh Pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang berkeadilan dan pro rakyat kecil”, pungkas Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr.

***

Narahubung:

  1. Dr.Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr,

Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IPB University

HP: 0812 9471 939.

  1. Dr.rer. nat Rina Mardiana S.Pi, M.Si,

Kepala Pusat Studi Agraria (PSA) IPB University

HP: 0811 8161 800.

Catatan Redaksi:

  • Agromaritim adalah istilah untuk dapat mengintegrasikan matra darat dan laut dalam konteks sumber daya alam. Ini merupakan konsep yang dicanangkan IPB Univeristy dalam menjawab permasalahan pembangunan pertanian dalam arti luas.

Download Buku

  •  Tinjauan Kritis IPB terhadap UU Cipta Kerja: Suatu Perspektif Agromaritim